Oleh:
REINHARD SETIAWAN
Nim: 160388201072
Dosen Pengampu: Tessa Dwi Leoni, S.Pd., M.Pd
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNG
PINANG 2016
- Majalah horizon
Pada bulan juli 1966 mulailah kegiatan budaya
berupa penerbitan majalah horizon di bawah pimpinan Mochtar Lubis,sedangkan
redaksinya adalah H.B Jasin, Zaini, Taufiq Ismail, Soe Hok Djin, dan D.S
Moeldjanto. Penerbitnya adalah Yayasan Indonesia yang didirikan pada 31 mei
1966, visinya adalah mengembalikan krisis budaya yang telah terjadi selama
belasan tahun dengan harapan tumbuhnya semangat baru untuk memperjuangkan
demokrasi dan martabat manusia Indonesia. Nama Horizon berarti “kaki langit”
atau cakrawala. Majalah ini mengutamakan sastra dengan kesadaran penuh bahwa
bidang sastra berkedudukan strategi sebagai pendorong kreasivitas pemikiran,
baik individu maupun antarbangsa. Artikel penting pada awal terbitnya Horizon
adalah deklarasi angkatan 66 oleh H.b jassin yang di muat Horizon nomor
2,agustus 1966,dengan judul angkaatan 66: bangkitnya satu generasi dan kemudian
merupakan pengantar antropologi prosa dan puisi berjudul angkatan 66: prosa dan
puisi susunan H.B Jassin yang diterbitkan pertama kali oleh gunug agung 1968.
Gagasan tersebut menjadi popular dan menjad ipolemik yang marak,baik di horizon
maupun di penerbit yang lain.
Ada beberapa hal yang menarik tentang angkatan 66 yaitu:
Istilah angkatan dipakai dengan pengertian
tumpang tindih dengan generasi dan periode
Ada dua pihak yang berkepentingan dengan
angkatanya itu para pengarang dengan subjektivitas masing-masing dan penelaah
atau peneliti yang seharusnya lebih objektif.
Angkatan 66 dalam
sastra Indonesia sudah terlanjur popular sehingga benar-salahnya terabaikan.
Masalah angkatan dalam sejarah sastra
Indonesia harus menjadi perhatian dan pemikiran para penelaah atau peneliti
sastra Nama atau sebutan angka 66 dalam sastra Indonesia memang sudah terlanjur
populer.
Cirikhas dari angkatan ini adalah bersemangat
pancasila yang membawa kesadaran manusia untuk memperjuangkan kebenaran,
keadilan, kesadaran moral dan agama.
Jadi sastra angkatan 66 adalah protes social
sejalan dengan maranknya perlawan public terhadap kekuasaan yang mengalami
krisis kepercayaan setelah krisis tragedy September 1965.
- sastra dan H.B Jassin
Majalah sastra diterbitkan pertama kali pada 1
mei 1961 dan berjalan hingga maret 1964 dengan tokoh-tokoh di jajaran redaksi
tercatat H.B Jassin, M.Balfas, D.S Moeljanto,Ekana Siswojo, toha Mohtar, Tatang
M, zaini, A Wakidjan dan Ipe Ma’ruf. Sejak terbit pertama kali majalah ini
sudah menjadi hasutan dan fitnahan kelompok Lekra dan berkehendak ak
sosialsegala kegiatan kebudyaan, termasuk sastra, berada di bawah pengaruh dan
kekuasaannya. Majalah ini terpaksa berhenti terbit setelah edisi maret 1964.
Dan tiga tahun kemudian, pada November 1967 sastra di terbitkan lagi dengan
redaksi : darsjaf Rachman, H.B Jassin, Muhlil Lubis, dan hamsad Rangkuti.
Kemudian pada oktober 1969 sastra terpaksa
berhenti terbit karena kasus pemuatan novel “langit makin mendung”. Karangan
Kipandjikusin 1968. Cerpen ini berceritakan tentang kisah nabi Muhammad yang di
anggap menghina Tuhan dan merusak akidah umat Islam dengan alasan didalamnya
terdapat personifikasi Tuhan dan Nabu Muhammad. Akibatyna H.B Jassin harus
duduk di meja pengadilan Sumatera utara dan melarang beredar edisi agustus 1968
dan putusan pengadilan adalah hukuman satu tahun penjara dengan masa pencobaan
tahun.
- Pusat Bahasa
Berbicara tentang sejarah perkembangan sastra
Indonesia pastilah tidak bias mengabaikan peranan dan sumbangan lembaga
pemerintah yang saat ini bernama Pusat Bahasa, yaitu pelaksanan tugas di bidang
penelitian dan pengembangan bahasa yang berada di bawah Menteri Pendidikan
Nasional. Namanya pernah popular dengan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
yang merupakan kelanjutan sebuah instansi kecil bernama Lembaga Bahasa pada
tahun 1950-an. Kantornya yang terbilang sederhana (untuk ukuran Jakarta)
beralamat di Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur, bertetangga
dengan kampus Universitas Negeri Jakarta yang dahulu bernama IKIP Negeri
Jakarta. Di kampus itulah dahulu Berjaya Fakultas Sastra Universitas Indonesia
(FSUI) yang kemudian berkampus di Depok dengan nama Fakultas Emu Budaya
Universitas Indonesia.
Riwayat Ringkas Pusat Bahasa
Pada tahun 1947 Fakultas Sastra dan Filsafat
Universitas Indonesia di bawah Departement van Onderwijs en Wetens chappen
(Kementerian Pengajaran, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan) membentuk lembaga
kegiatan ilmiah kebahasaan dan kebudayaan bernama Instituut voor Taal en
Cultuur Onderzoek (ITCO). Lembaga tersebut memiliki tiga bagian, yaitu (1)
Bagian Ilmu Kebudayaan pimpinan Prof. Dr. G.J. Held, (2) Bagian Ilmu Bahasa dan
Kesusastraan pimpinan Prof. Dr. C. Hooykaas, dan (3) Bagian Leksikografi
pimpinan W.J.S. Poerwadarminta. Tugasnya adalah meneliti dan menyalin naskah
lontar danYayasan Kirtya Liefrink van der Tuuk, Museum SonoBudoyo, danYayasan
Matthes di Makassar.
Setelah pengakuan kedaulatan, pada tahun 1952
lembaga tersebut digabung dengan Balai Bahasa yang telah dibentuk Menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Mr. Suwan disemasa berkedudukan di
Yogyakarta, tepatnya pada Maret 1948
Gabungan ITCO dan Balai Bahasa itu menjadi
Lembaga Bahasa dan Budaya, dan pada 1 Juni 1959 diubah menjadi Lembaga Bahasa
dan Kesusastraan yang berkedudukan langsung di bawah Departemen Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan. Perubahan terjad ipada 3 November 1966 berupa
pembentukan Direktorat Bahasa dan Kesusastraan, kemudian pada 27 Mei 1969
diubah menjadi Lembaga Bahasa Nasional, pada 1 April 1975 menjadi Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, dan sejak 24 Januari 2000 bernama Pusat Bahasa. Adapun
fungsinya adalah merumuskan kebijakan Menteri dan kebijakan teknis di bidang
penelitian dan pengembangan bahasa, melaksanakan penelitian dan pengembangan
bahasa serta membina unit pelaksana teknis di daerah.
Tokoh-tokoh yang pernah memimpin lembaga tersebut secarahistoris tercatat sebagai berikut:
·
Prof. Dr. G.J. Held
(ITCO, 1947-1952),
·
Prof. Dr. Prijono
(Lembaga Bahasa dan Budaya, 1952-1957),
·
Prof. Dr. P.A. Husein
Djaja diningrat (Lembaga Bahasa dan Budaya, 1957-1959),
·
Prof. Dr. P.A. Husein
Djaja diningrat (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, 1959-1960),
·
Dra. Lukijati Ganda
subrata (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, 1960-1962),
·
Dra. Moliar Achmad
(Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, 1962-1966),
·
Dra. Sri Wulan
Rudjiati Muljadi (Direktorat Bahasa dan Kesusastraan, 1966-1969),
·
Dra. Sri Wulan
Rudjiati Muljadi (Lembaga Bahasa Nasional, 1970-1971),
·
Drs. Lukman Ali
(Lembaga Bahasa Nasional, 1970-1971),
·
Dra. S.W. Rudjiati
Muljadi (Lembaga Bahasa Nasional, 1971-1975),
·
Prof. Dr. AmranHalim
(Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1975-1984),
·
Prof. Dr. Anton M.
Moeliono (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1984-1989),
·
Drs. Lukman Ali (Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989-1992),
·
Dr. HasanAlwi (Pusat
Bahasa, 1992-2001), dan
·
Dr. Dendy Sugono
(Pusat Bahasa 2001-sekarang).
·
Penting juga dicatat
bahwa selama kurun waktu antara tahun 1977-1998 telah dihasilkan 472 topik
penelitian kebahasaan dan 182 topik penelitian kesastraan, sedangkan penelitian
bahasa daerah meliputi 241 bahasa daerah se-Indonesia dengan hasil 1.647 topik
penelitian.
·
Di sampingitu,
tercatat juga penerbitan sekitar 370 judul penyusunan dan pembakuan kamus, dan
penerjemahan 67 judul buku yang sebagian merupakan hasil kerjasama dengan
Indonesian Linguistics Development Project (ILDEP).
- Fakultas Sastra
Pada awal dekade 1970-an nama Fakultas Sastra
di Indonesia boleh dikatakan belum populer, kecuali Fakultas Sastra Universitas
Indonesia (FSUI) yang berkampus di Rawamangun, Jakarta, Fakultas Sastra dan
Kebudayaan Universitas Gadjah Mada (FSK UGM) di kampus Bulaksumur, Yogyakarta,
dan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran yang berkampus di Jalan Dipati
Ukur, Bandung.
Pada masa itu lulusan (alumni) FSUI, seperti
M.S. Hutagalung, J.U. Nasution, Boen S. Oemarjati, B. Rangkuti, sudah dikenal
sebagai pakar sastra Indonesia, bahkan sudah menerbitkan buku kritik sastra
melalui penerbit Gunung Agung. PIBSI (Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra
Indonesia Perguruan Tinggi se-Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta)
digagas dan dirintis oleh M. Sudjati (Fakultas Sastra Budaya Undip), Sudaryanto
(Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM), Syaf E. Sulaiman (FKSS IKIP Negeri
Yogyakarta), dan R.I. Mulyanto (Fakultas Sastra UNS Surakarta). Berlangsungnya
PIBSI setiap tahun jelas merupakan prestasi tersendiri karena merupakan bukti
semangat yang tak kunjung padam di kalangan para dosen sastra, sedangkan mute
atau kualitasnya hams dipandang sebagai proses yang berkepanjangan. Sementara
itu, seminar di luar agenda Hiski dan PIBSI sepanjang tahun 1980-1990-an cukup
banyak. Di Jakarta ada Melani Budianta. Maman S. Mahayana, Ibnu Wahyudi, dan
Sunu Wasomo.
Di Yogyakarta ada Faruk, Sugihastuti, Suminto
A. Sayuti. Suwardi Endraswara dan Jabrohim. Di Semarang ada Nurdien H.
Kistanto, Mudjahirin Tohir, Rustono, Redyanto Noor; di Surabaya ada Setyo
Yuwana Sudikan; di Malang ada Wahyudi Siswanto; di Jember Ayu Sutarto; di
Denpasar Nyoman Kutha Ratna; di Pontianak ada Chairil Effendi, sedangkan di
Padang harus dicatat Harris Effendi Tahar, Ivan Adilla, dan Hasanuddin W.S.
- Sastra Indonesia di Mancannegara
Sejalan dengan perubahan dan perkembangan
zaman yang semakin jauh dari semangat jajah-menjajah maka tampaklah pertumbuhan
pusat-pusat pengkajian kebudayaan Indonesia di manca- Negara: Cina, Korea,
jerman, dan lain-lain. Kegiatan mereka dapat dipandang sebagai pendorong dan
pemacu perkembangan studi sastra di Indonesia. Artinya, kalau di luar negeri
pun berkembang stadisastra Indonesia, seharusnya perkembangan di dalam negeri
semakin mapan.
- Dewan Kesenian Jakarta (DKJ)
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tidak mungkin
ditinggalkan dalam pembicaraan sastra Indonesia yang pada tahun 1970-an boleh
Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 3 Juni 1968, terdiri atas 25 orang
seniman-budayawan terkemuka. Tujuannya adalah murumuskan konsep pembangunan
budaya yang memberi ruang gerak leluasa bagi seniman untuk menyuarakan
pencerahan bangsa.
Sementara itu, Hadiah Sastra untuk buku sastra
(novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan esai) yang dinilaiterbaik pada
tahun yang bersangkutan telah menikmati juga oleh sejumlah sastrawan, antara
lain tercatat sebagai berikut:
·
Budi Drama dengan
novel Olenka.
·
Dami N. Toda dengan
buku esai Hamba-Hamba Kebudayaan (1984).
·
Danarto dengan karyanya
Adam Ma’rifat.
·
Supardi Djoko Damono
dengan buku puisi Perahu Kertas.
·
Sitor Situmorang
derngan buku Peta Perjalanan.
·
Subagio Sastrowardoyo
dengan buku Sastra Hindia Belanda dan Kita.
·
Sutardji Calzoum
Bachri dengan buku Amuk (tahun 1976/1977).
·
YB Mangunwijaya dengan
buku Sastra dan Religiositas (1983).
- Sastra popular
Sastra popular adalah sastra yang popular pada
masanya dan banyak pembacanya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Sastra
popular tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intens. Sebab jika
demikian, sastra popular akan menjadi berat dan berubah menjadi sastra serius
(Nurgiantoro, 1998:18). Sebutan sastra popular mulai merebak setelah tahun
70-an. Sering pula sastra yang terbit setelah itu dan mempunyai fungsi hiburan
belaka, walaupun bermutu kurang baik, tetap dinamakan sebagai sastra popular
atau sastra pop (Kayam, 1981: 82).
Sastra popular adalah semacam sastra yang
dikategorikan sebagai sastrahi buran dan komersial. Kategori hiburan dan
komersial ini disangkutkan pada selera orang banyak.
·
Karya sastra
Habiburrahman dapat dikatakan sastra popular islam karena mengandung
nilai-nilai keislaman yang kental.
·
Beberapa karya
populernya yang telah terbit antara lain,
·
Ketika Cinta Berbuah
Surga(MQS Publishing,2005),Pudarnya Pesona Cleopatra(Republika,
2005), Ayat-Ayat Cinta(Republika-Basmala, 2004), Diatas Sajadah Cinta
(telah disinetronkan Trans TV, 2004),Ketika Cinta
Bertasbih (Republika-Basmala, 2007),Ketika Cinta Bertasbih
2 (Republika-Basmala, 2007) dan Dalam Mihrab Cinta (Republika-Basmala,
2007).
- Kritik dan Esai
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Depdikbud, 1997 : 531 ), disebutkan kritik adalah kecaman atau tanggapan,
kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap sesuatu
hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Sedangkan esai adalah karangan prosa
yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi
penulisnya (Depdikbud, 1997: 270 ).
H.B. Jasin mengemukakan bahwa kritik
kesusastraan adalah pertimbangan baik atau buruk suatu hasil kesusastraan.
Pertimbangan itu disertai dengan alasan mengenai isi dan bentuk karya sastra.
Widyamartaya dan Sudiati (2004 : 117) berpendapat bahwa kritik sastra adalah
pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat, dan pertimbangan yang adil
terhadap baik-buruknya kualitas, nilai, kebenaran suatu karya sastra.
Memberikan kritik dan esai dapat bermanfaat untuk memberikan panduan yang
memadai kepada pembaca tentang kualitas sebuah karya. Di samping itu, penulis
karya tersebut akan memperleh masukan, terutama tentang kelemahannya
·
Prinsip dalam menyusun kritik dan esai
·
Pokok persoalan yang
dibahas harus layak untuk diulas dan hasi l ulasannya harus memberikan
keterangan atau memperlihatkan sebab musabab yang berkaitan dengan suatu
peristiwa yang nyata. Jadi yang terpenting bukan apa yang diulas, tetapi bagai
mana cara penulis memberikan ulasannya.
·
Pendekatan yang
digunakan harus jelas, apakah persoalan didekati dengan pendekatan factual atau
imajinatif? Pendekatan factual maksudnya mendekati pokok persoalan berdasarkan
fakta dan datanya sebagaimana diserappan caindra. Pendekatan imajinatif
maksudnya mendekati pokok persoalan berdasarkan apa yang dibayangkan atau
diangankan.
·
Ulasan yang
menggunakan pendekatan factual harus didukung oleh fakta yang nyata dan
objektif. Penulis tidak boleh mengubah fakta untuk mendukung pandangannya.
Pernyataan yang diungkapkan harus jelas, jangan samar-samar, harus dapat
dipercaya, tidak disangsikan atau disangkal, dan dapat dibuktikan kebenarannya.
·
Pernyataan yang
diungkapkan harus jelas, jangan samar-samar, harus dapat dipercaya, tidak
disangsikan atau disangkal, dan dapat dibuktikan kebenarannya.
fungsi kritik sastra
·
Membina dan
mengembangkan sastra.
·
Pembinaan apresiasi
sastra.
·
Menunjang dan
mengembangkan ilmu sastra.
9. Sejarah Esai
Esai mulai dikenal pada tahun 1500-an dimana
seorang filsuf Perancis, Montaigne, menulis sebuah buku yang mencantumkan
beberapa anekdot dan observasinya. Buku pertamanya ini diterbitkan pada tahun
1580 yang berjudul Essais yang berarti attempts atau usaha. Montaigne menulis
beberapa cerita dalam buku ini dan menyatakan bahwa bukunya diterbitkan
berdasarkan pendapat pribadinya. Esaiini, berdasarkanpengakuan Montaigne,
bertujuan mengekspresikan pandangannya tentang kehidupan.
·
Tipe-tipe
Esai
Ada enam tipe esai, yaitu:
·
Esai kritik
·
Esai reflektif.
·
Esaipribadi
·
Esai cukilan watak
·
Esai tajuk.
·
Esai deskriptif.
Ciri-ciri Esai
·
Berbentuk prosa
·
Singkat
·
Memiliki gaya pembeda
·
Selalu tidak utuh
·
Memenuhi keutuhan
penulisan.
Mempunyai nada pribadi atau bersifat personal,
Langkah-langkah
membuat Esai
·
Tentukan topik Bila
topik telah ditentukan, anda mungkin tidak lagi memiliki kebebasan untuk
memilih.
·
Buatlah outline atau
garis besar ide-ide anda. Tujuan dari pembuatan outline adalah meletakkan
ide-ide tentang topik anda dalam naskah dalam sebuah format yang terorganisir.
·
Tuliskan esai anda
dalam kalimat yang singkat dan jelas. Suatu pernyataan esai mencerminkan isi
esai dan poin penting yang akan disampaikan oleh pengarangnya.
·
Tuliskan tubuh esai
anda: Mulailah dengan poin-poin penting kemudian buatlah beberapa sub topik dan
kembangkan sub topik yang telah anda buat.
·
Buatlah paragraf
pertama (pendahuluan).
·
Tuliskan kesimpulan.
·
Teliti kembali tulisan
anda.
- Pakar Sastra
Peta kepengarangan:
·
Antologi Biografi
pengarang sastra Indonesia l920_1950 (Anita K. Rustapa dkk.,1997)
·
Antologi Biografi Tiga
puluh pengarang sastra Indonesia Modern (Atisah, 2002),
·
Bibliografi Sastra
Indonesia (pamusuk Eneste, 2001)
·
Baku Pintar Sastra
Indonesia (pamusuk Eneste, 200i1),
·
Leksikon Kesusastraan
Indonesia Moderz (pamusuk Eneste,1990),
·
Leksikon Seniman Jawa
Tbngah: Edisi I (Anggoro Suprapto,1996),
·
Pengantar Novel
Indonesia (Jakob Sumardjo, 1991),
·
RingkasandanulasanNover
Indonesia (Maman S. Mahayana dkk., 1992).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar